Sering
kali seorang project manager terbentur dengan permasalahan “klasik” dalam
pelaksanaan suatu proyek . Terlambat, biaya membengkak, dan owner yang terlalu
banyak permintaan merupakan contoh dinamika yang ada dalam suatu proyek. Lantas
bagaimana menyikapinya ?
Ada 4
(empat) hal penting yang harus dipahami oleh seorang project manager ketika
melaksanakan suatu proyek, yaitu cakupan proyek (project scope), waktu
pelaksanaan proyek (project timeline), biaya proyek (project cost) dan kualitas
dari proyek itu sendiri (project quality). Keempat hal tersebut menjadi pilar
utama dalam project management body of knowledge (PMBOK), sebuah best
practise yang digunakan oleh seluruh project manager di dunia,
khususnya mereka yang telah memiliki sertifikasi sebagai project manager
professional (PMP). Gambar berikut akan menggambarkan bagaimana keempat hal
tersebut berinteraksi.
1. Scope
Scope
berbicara masalah cakupan pekerjaan yang dilakukan. Terkadang hal ini yang
menjadi perdebatan antara pelaksana proyek dengan pemilik proyek. Scope yang
menjadi luas (biasanya terjadi pada proyek yang dilakukan ad-hoc, tanpa
perencanaan atau metode yang tepat) akibat permintaan owner yang datang terus
menerus dapat mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek dan biaya proyek.
2. Time
Merupakan
waktu pelaksanaan proyek. Semakin lama suatu proyek dikerjakan, maka semakin
besar biaya operasional proyek yang dibutuhkan. Project Time management yang
baik akan mempengaruhi besar kecilnya profit margin proyek yang didapat
3. Cost
Merupakan
komponen biaya proyek. Komponen ini juga saling terkait dengan 2 komponen
sebelumnya (scope and time) karena besar kecilnya biaya proyek (termasuk
penambahan biaya jika diperlukan) akan mempengaruhi besarnya scope proyek serta
cepatnya waktu pelaksanaan proyek.
4. Quality
Kualitas
merupakan harapan yang ingin didapatkan owner dari proyek tersebut dan atau
mengacu pada standar tertentu (misal ISO). Kualitas dapat diraih dengan
menentukan biaya, waktu dan scope proyek sesuai dengan kebutuhan.
Idealnya,
Suatu proyek yang baik adalah proyek yang dapat selesai tepat waktu (time)
dengan budget yang telah direncanakan sebelumnya (cost) sesuai dengan cakupan
pekerjaan yang disetujui (scope) dengan kualitas yang diharapkan / ditentukan
sebelumnya (quality).
Namun,
bagaimana jika sebuah proyek mengalami keterlambatan, sementara kecenderungan
tidak ada penambahan biaya proyek (injection cost) dan scope yang terus
berkembang ? Apakah kualitas “sah” untuk dikorbankan ?
Tidak
banyak pilihan memang, jika seorang project manager dihadapkan pada
permasalahan tersebut. Namun, ada baiknya kita menggunakan cara-cara yang
sistematis dalam menyelesaikan permasalahan diatas. Untuk dapat meraih
keuntungan (dalam hal ini tangible benefit) adalah sesuatu hal yang hanya dapat
menjadi angan-angan. Namun, tetap masih ada opsi lain, dimana hubungan baik
tetap diusahakan terjaga. Intagible benefit itulah yang dapat kita harapkan
dari kerugian dan resiko kegagalan suatu proyek. Dimana, sedapat mungkin kita
memberikan kesan bertanggung jawab kepada klien kita dengan mencari solusi
terbaik (walaupun muncul tendensi mengeliminasi kerugian yang diderita
semaksimal mungkin, walaupun kualitas harus sedikit berkurang), sehingga
kepercayaan pelanggan tetap terjaga, dan merubah paradigma pelanggan bahwa
kegagalan ini adalah “satu diantara keberhasilan yang pernah kami lakukan”,
bukan “ketidakprofesionalan sebagai seorang pengembang”.
Beberapa
pilihan yang dapat dipertimbangkan terkait 4 pilar utama project management
dalam mengatasi kasus diatas adalah:
1.
Negosiasi Pengurangan Scope
Orientasi
manajemen proyek adalah bagaimana menyelesaikan proyek secepat mungkin sehingga
kerugian akibat pembengkakan biaya operasional proyek dapat ditekan. Untuk itu,
mau tidak mau, project manager harus mempersiapkan seorang negosiator ulung
agar dapat melobi pihak pemilik proyek untuk menurunkan / mengurangi scope
pekerjaan yang ada, dengan harapan kualitas dapat dipertahankan. Pengurangan
scope pekerjaan tentunya akan menjadi lelucon belaka jika tidak disertai
strategi yang tepat dalam melakukan lobi, misalnya dengan menjanjikan versi berikutnya
(pada proyek pengembangan TIK) pada proyek selanjutnya. Hal ini memungkinkan
manajemen proyek untuk mendapatkan “injection cost” secara tidak langsung
dengan menempatkan scope proyek yang dikurangi pada proyek selanjutnya,
tentunya dengan project cost yang baru.
2.
“Menambah kerugian” untuk mempertahankan image baik
Alternatif
lain adalah menyelesaikan proyek tersebut sesuai dengan scope yang disepakati
semaksimal mungkin, dengan mengambil resiko meningkatnya operasional cost.
Strategi ini digunakan apabila orientasi manajemen perusahaan adalah
mempertahankan citra baik di depan pelanggannya, atau jika pemilik proyek
merupakan pelanggan potensial perusahaan. Sehingga, walaupun perusahaan
menderita kerugian dari sisi biaya proyek (tangible lost), namun perusahaan
tetap berusaha untuk mempertahankan nama baik di depan pelanggannya (intangible
benefit) dengan harapan kerjasama masih dapat terjalin di masa yang akan datang
3. Cut the
project
Pilihan
berikutnya adalah memutuskan proyek tersebut dan menyerahkan hasil yang telah
dilakukan apapun resikonya. Dalam risk management, istilah ini dinamakanaccept the risk. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan cost
of risk yang harus ditanggung lebih kecil daripada usaha
menangani resiko tersebut (baik tangible maupun intangible ). Sehingga tidak
ada pilihan lain selain mengakhiri proyek tersebut dengan menerima segala
konsekuensinya.
note:
Tulisan ini merupakan hasil review beberapa teori dan diskusi dengan beberapa teman di beberapa industri yang pernah dan atau sedang mengalami masalah ini.
Tulisan ini merupakan hasil review beberapa teori dan diskusi dengan beberapa teman di beberapa industri yang pernah dan atau sedang mengalami masalah ini.
link Asli
: https://hech61.wordpress.com/2008/11/26/4-hal-penting-dalam-project-management/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar