Kamis, 07 Februari 2019

SERBA SERBI SUBKON

Dalam sebuah proyek keberadaan subcon adalah sebagai mitra kerja perusahaan. Dengan demikian kelangsungan kerjasama yg terbina seharusnya juga bersifat simbiosis mutualisme atau hubungan yg saling menguntungkan .
Tidak jarang dalam sebuah proyek kehadiran subcon yang bagus sekalipun bisa kolaps akibat tidak mengalirnya cash flow secara normal sehingga mau tidak mau subcon akhirnya kehilangan nafas pada saat pekerjaan berada pada posisi menanjak .
Beberapa hal yg perlu diantisipasi dalam hubungan timbal balik dengan subcon  adalah sebagai berikut:

1. Memilih subcon yg benar benar menguasai bidangnya . Tidak jarang pemilahan subcon hanya berdasarkan harga termurah saja tapi pada saat pelaksanaan menjadi tidak terarah dikarenakan Subcon belum memiliki pengalaman pada paket pekerjaan yg diberikan . Melihat project list subcon dengan jeli merupakan tugas P3 namun membuktikan bahwa subcon tersebut benar benar memilki kompetensi dibidangnya perlu dilakukan pada saat Subcon tersebut mulai terpilih sebagai pemenang pelaksana proyek .

2. Melihat kekuatan subcon dari sisi finansial. Subcon dengan kemampuan finansial yg rendah seharusnya terukur pada proyek yg akan dilaksanakan. minimal memiliki dana 50% dari nilai proyek agar cash flow proyek bisa bergulir. kemampuan cash flow yg rendah juga membuat kemungkinan berhenti ditengah proyek menjadi semakin besar. Hal ini juga bisa diartikan bahwa kemampuan finansial yg rendah tidak boleh diberikan proyek dg katagori besar dan atau lebih dari satu proyek yg dikerjakan .

3. Progres Subcon yg tidak berimbang . Adanya pengajuan progres subcon harus didahulukan sebelum kita mengajukan progres ke owner , hal tersebut bisa sebagai acuan pengajuan progres ke owner yg nilainya seharusnya tidak boleh kurang dari pengajuan subcon . Adanya besaran prosentasi tiap tiap item pekerjaan, seharusnya juga mengacu pada standar pembobotan progres yg ditetapkan MK atau QS dalam satu proyek yg sama, tentu saja ada beberapa item yg tidak termasuk item pekerjaan subkon  seperti pengadaan peralatan utama . standar pembobotan ini bisa dijadikan standar pembobotan dan ditetapkan pada saat negosiasi dg P3 diawal penentuan SPK subkon. Pemberian pembobotan yg terlampau tinggi dibanding dg pembobotan perusahaan ke owner membuat Subcon menerima lebih dari yg seharusnya, hal tersebut sangat rentan yg bisa membuat subkon tidak menyelesaikan pekerjaan sampai akhir .

4.Schedule kedatangan material yg tidak termonitor. Sebagai PM membuat schedule seharusnya merupakan kegiatan utama disamping monitoring cash flow proyek. Schedule kedatangan material seharusnya juga perlu didistribusikan ke pihak subcon guna pengaturan jumlah man power dilapangan. ketidak mampuan mengolah schedule akan berimbas kepada kerugian subcon . Schedule yg baik bisa menempatkan jumlah man power yg konstan serta optimal. Disamping itu kebutuhan material bantu dan peralatan yg memadai juga membantu antisipasi pemborosan tenaga kerja .

5.Pembagian material yg Ambigu antara material Subkon dan material perusahaan. Pembagian material yg tidak detail sedikit banyak akan menguntungkan pihak subcon, dimana material yg seharusnya menjadi kewajiban subkon ditengah jalan berubah menjadi kewajiban perusahaan. Pembagian material yg ditanggung oleh pihak subkon memang diklarifikasi oleh Pihak P3 dan berkas klarifikasi tersebut diberikan copy nya kepada PM project. Adanya pembelian material subkon yg disebabkan oleh ketidakmampuan subkon dalam menyediakan diproyek sudah seharusnya diikuti dengan BA potong pada saat progres, pemilahan pembelian  material perusahaan dan pembelian material subkon sudah terpilah pada form PPM yg diajukan oleh PM, akan tetapi form ini masih ada celah kebocoran apabila PC tidak mengetahui detail pembagian material ini pada saat approval. Terlebih lagi apabila PM bermain mata dg Subkon dalam hal pengadaan material subkon tsb. Kejelian pemberi approval terlebih lagi apabila ada sinyal over budget pada cost control seharusnya tidak serta merta diabaikan. Pembuatan detail pembagian material dalam bentuk matrik sudah seharusnya mulai dikerjakan, dimana juga akan memudahkan pemberi approval.

6.Tindakan Emergensi pada Subkon yg kehilangan power ditengah pelaksanaan.
Kita tidak mengharapkan Subkon kehilangan power ditengah pelaksanaan proyek, karena hal tsb bisa berakibat denda owner diberlakukan apabila keterlambatan sudah mulai berdampak pada pekerjaan kontraktor lain ataupun dampak thd masa kontrak yg terlampaui. Seorang PM harus jeli melihat perubahan negatif terhadap kemampuan subkon dalam memenuhi kewajiban baik terhadap material maupun tenaga kerjanya. Kejadian Subkon mulai menurunkan irama kerja pada saat pekerjaan memasuki masa kritikal perlu dibarengi dengan tindakan PM yg mengacu pada prosedur kontrak dan teguran tertulis secara bertahap. Namun tidak jarang walaupun hal tersebut telah dilakukan tidak membuat Subkon serta merta kembali memenuhi kewajibannya , Maka PM harus segera mengambil langkah langkah berikut :
  • Hal yg paling simpel adalah menginsert tenaga serta peralatan yg diperlukan dg pembebanan kepada Subkon atas biaya yg dikeluarkan. 
  • Memotong area kerja Subkon tsb dengan memberikan addendum kerja kurang beserta Fnal Account , serta memilih subkon baru dari sisa pekerjaan dg nilai sebesar addendum kerja kurang dari subkon pertama.
  • Apabila perhitungan sisa progres Subkon memang masih ada, dan terkendala pada cash flow , bisa juga mendiskusikan dg atasan untuk pengajuan kasbon sementara, tentu saja berjalan paralel dg pembuatan BA potong yg akan dipotongkan pada progres selanjutnya.

Hubungan kerjasama yg benar sudah seharusnya tidak merugikan salah satu fihak. Pembagian yg detail dan disepakati antara kedua belah pihak memang sangat diperlukan , Pelaksanaan dan kontrol bersama antara PM dan subkon  seharusnya membuat cash flow sesuai RAP kedua belah pihak ,bahkan bisa meningkatkan kontribusi bersama. Untuk hal itu dibutuhkan kejelian seorang PM dalam memonitor project yg dikerjakan.

Medio February 7, 2019


Tidak ada komentar:

Posting Komentar